Selasa, 05 November 2013

Bukan Cintanya Monyet - Pandangan Pertama

 Getaran hati begitu dahsyat gue rasakan, keringat dingin kencang menembus pori-pori kulit gue. Pagi itu angin terasa dingin menyentuh lembut wajah gue, namun mentari cerah menyinari hangat rambut hitam gue. Dalam lamunan, gue coba kuatkan hati untuk melangkah masuk menuju gerbang sebuah sekolah yang lumayan besar dan elit. "hey, ayo ka. Ngapian diem di situ? Ayo masuk." terdengar suara memanggil dan memecah lamunan dan keraguan dalam hati. Ternyata suara itu berasal dari papa. Gue bergegas menghampiri dan mengikutinya memasuki sekolah SMP negeri di kota gue. Saat itu gue baru lulus Sekolah Dasar dan berniat melanjutkannya di salah satu SMP di karawang. Kota kecil yang membuat gue jatuh cinta dengan semua yang ada disini dan gak ingin gue tinggalkan semuanya. Perlahan gue langkahkan kaki mengikuti langkah papa menuju kelas yang tertera nama gue di pintu depannya. "Nah, ini nih kelasnya ka. Papa nunggu diluar ya. Papa mau keliling sekolah dulu mengingat-ingat masa SMP." perintah papa sambil menepuk pundak dan melemparkan sebuah senyuman yang benar-benar membuat gue semakin gak percaya diri. Gue hanya bisa menganggukan kepala pertanda menyetujui perkataan papa. Memang kebetulan papa adalah salah satu alumni di sekolah ini. Dan yang perlu kalian tahu, Gue adalah anak papa yang gak bisa tanpa papa. Badan gue semakin gemetaran saat akan memasuki kelas. Semua surah-surah pendek Al-Qur’an yang gue hafal gak berhenti gue baca berulang-ulang dalam hati. Gue langkahkan kaki ini untuk memasuki kelas dengan membaca bismillah sembari menundukkan kepala. Saat Gue tengadahkan kepala dan melihat sekeliling gue. "ALLAHU AKBAR..!!!" sontak Gue merasa kaget luar biasa dan berteriak dalam hati gue bertakbir. Semua mata anak-anak seusia gue yang telah mendapatkan tempat duduknya masing-masing memandangi gue seakan tatapannya tajam menghakimi dan mungkin merasa heran sama gue. Wajah gue memerah menahan malu yang teramat sangat. Saat teman-teman baru gue masih memakai seragam Sekolah Dasarnya, gue malah memakai kaos berwarna hitam dan celana jeans pensil yang memang gak bagus lagi, tapi masih layak untuk gue kenakan. Gue mengira kalo Masa Orientasi Siswa atau MOS belum di mulai hari itu. Gue coba menahan rasa malu dan mencoba untruk gak menghiraukannya. Gue bergegas menuju bangku kosong yang ada di belakang ruang kelas, di bangku ke dua dari sebelah kanan ruangan itu. Gue duduk merebah mengistirahatkan kelelahan dan mencoba menenangkan rasa malu ini. Detik demi detik gue lewati hanya dengan berdiam duduk dan menundukan kepala di atas meja. "Hey?" suara panggilan yang gue dengar tertuju untuk gue itu memecah kediaman gue. Ternyata suara itu dari orang yang duduk tepat di samping kiri gue. Lekas gue angkat kepala gue dari meja dan membalas perkataannya. "Eh, iya ada apa?" "kenapa diem terus? malu ya karena bajunya beda sendiri? kenalin, aku Arman." dengan menyodorkan tangannya ke arah gue berharap gue membalas jabatan tanganya. Dia melontarkan senyuman dan memperkenalkan dirinya ke gue. Gue balas jabatan tanganya dan mencoba memperkenalkan diri. Gue pun gak mau kalah, gue lemparkan senyuman yang kata mama gue bilang mirip dengan senyumannya Nicholas Saputra.hehe. "Oh, enggak kok. Cuma agak sedikit badmood. Oh iya kenalkan, namaku Pratama, panggil saja aku Tama." Arman inilah yang menjadi teman dekat gue di SMP. Dan kebetulan juga, entah mungkin itu jodoh. Kita selalu satu kelas dari kelas 1 sampai kelas 3 SMP. Gue coba menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan Arman, berbagi cerita satu sama lain, untuk mengetahui latar belakang satu sama lain. Dan gue rasa gue di berikan orang yang tepat untuk di jadikan teman baru. Dia baik menurut gue dan sepertinya dia tipycle orang yang mudah bergaul. Gak terasa waktu telah menunjukkan jam pulang sekolah, dan bel pun telah berbunyi. Gue bergegas lari keluar kelas dan gak lupa pamit pada Arman. "Arman, aku pulang duluan ya.." "iya Ma hati-hati." sahutnya sembari melambaikan tangan.


**


"Dengan mengucapkan Hamdallah (Alhamdulillahi Rabbil'Alamin) Masa Orientasi Siswa Tahun Ajaran 2006-2007 telah selesai dilaksanakan. Dan saya tutup." Suara kepala sekolah begitu menggema seakan muncul dari berbagai penjuru lapangan upacara di sekolah. "Yeeeaaaahhhhh...!!!" Teriakan, sorak sorai dari siswa-siswa baru semakin menambah kesan kegembiraan pada saat itu karena mereka merasa telah mencapai apa yang mereka harapkan. Gue pun turut larut dalam kegembiraan dan merasa sangat bangga karena dapat mengenakan seragam putih-biru pada saat itu. Gue luapkan emosi yang seakan memaksa untuk keluar dengan berteriak dan bertepuk tangan sekeras mungkin. Berlebihan sih, tapi memang itu yang gue rasakan. Saat yang lain hanyut dalam kegembiraan. Mata ini terpaku pada sosok cewek yang membuat hati gue semakin tenang, dengan wajahnya yang anggun dihiasi rambut yang sedikit terurai sebahu dan pancaran matanya yang seakan sejuk menyelimutinya. Dia hanya terdiam dengan pandangannya yang kosong. Kepalanya sedikit tertunduk dan di saat yang lainnya tertawa dengan bertepuk tangan sekencang-kencangnya. Dia hanya menepukkan tangannya sesekali saja dan terkesan sedikit memaksakan. Rasa penasaran gue mulai timbul dengan sendirinya, hati gue pun bertanya-tanya. "ada apa dengannya? mengapa di saat orang lain bergembira, dia seperti itu? siapa dia?" Saat para siswa membubarkan diri menuju kelasnya masing-masing, cewek itu pun lepas dari pandangan gue. "Woy?? malah ngelamun. Ayo kita masuk kelas." Dengan tepukan tangannya di pundak gue, Arman membangunkan gue dari khayalan dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam pikiran gue tentang cewek itu. Sambil berjalan menuju kelas dengan menyusuri koridor yang cukup panjang, gue coba menceritakan pada Arman apa yang gue alami tadi. "Man, tadi pas aku di lapangan, aku ngeliat cewek cantiiiiik banget Man." "Pas kapan? Pas tadi kamu melamun?" Tanyanya heran. "Iya pas tadi kamu tepuk pundak aku Man. Tadi itu aku lagi ngeliatin dia." "Aku gak liat ada cewek cantik Ma, itu hanya khayalan kamu saja Ma. Akibat kepala kamu kepanasan jadinya gampang buat ngekhayal." Arman mencoba menggoda gue dengan mengacak-acak rambut gue dan berlari sambil tertawa menuju kelas. Gue coba berlari mengejarnya. "Awas kamu Man.!!!"

Di depan kelas Arman merangkulkan tanganya ke pundak gue membuat gue sedikit membungkuk. Saat gue lepaskan rangkulannya dan menegakkan tubuh gue, sontak hati gue terkejut melihat cewek yang gue lihat di lapangan tadi berada tepat dihadapan gue. Duduk dengan menopangkan kaki kanan di atas kaki kirinya yang ditutupi rok panjang semata kaki. Seakan lutut yang menahan tubuh gue untuk berdiri ini terasa lemas saat pandangan matanya tertuju pada gue. Ohh, gak tahu apa yang gue rasakan saat itu. Namun yang jelas, ketika padangan tajam matanya menembus retina mata gue, menyusup kedalam hati  ini membuat hati gue melayang menikmati indahnya ciptaan yang begitu luar biasa. Pandangan matanya pun seakan mencoba menarik gue menelusuri relung hatinya. Gue lemparkan sebuah senyuman padanya berharap dia pun membalasnya dengan senyuman yang gue yakin bisa membuat hati gue semakin gaduh dengan rasa yang benar-benar gak gue  mengerti. Apa Itu yang di namakan CINTA? Tapi gak seperti yang gue harapkan. Dia melepaskan pandangannya dari gue dan gak memberi senyuman sedikit pun seperti yang gue harapkan.


**


Setiap malam gak bisa gue lupakan pandangan matanya. Bayangan gue selalu tertuju pada sosoknya. Kasur yang sebelumnya terasa nyaman sekali saat gue berbaring di atasnya, sekarang gak bisa buat gue nyaman seperti biasanya. Kamar yang dulu menjadi tempat favorit gue, berubah fungsi menjadi tempat yang menyiksa bagi gue, sekarang membuat gue gak bisa tenang. Tidurpun yang biasanya paling larut jam 12, sekarang bisa sampai jam 2, jam 3. Wajahnya membuat gue bimbang menanamkan kerinduan yang teramat dalam, serasa ingin semua waktu gue habiskan hanya untuk sekadar memandanginya. Bayangannya benar-benar membuat gue gak nyaman. Dari posisi duduk di bangku meja belajar, rebahan di kasur, berdiri senderan di tembok, tiduran sambil memeluk bantal guling, duduk bersila di kasur, sampai gue nungging seperti sujud udah gue cicipi. Tapi tetap membuat gue teringat akan bayang-bayangnya. Lama-lama gue bisa di buat gila olehnya. Namun gue selalu yakin pada apa yang gue inginkan. Dan saat ini gue ingin memilikinya. Meskipun itu sulit dan butuh perjuangan, akan gue hadapi semua itu. Jika gue gak bisa memilikinya, tak apa asalkan gue bisa mengenalinya dan tahu siapa dia dan seperti apa dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar